Outsider: Kisah si Ji Long dan 26 Januari

“Ji Long… Who did this to you?” Bercak darah kering masih menempel di leher kanannya,  mengaburkan warna bulu-bulu halus menjadi lebih gelap daripada biasanya. Sambil mengomel penasaran, kubersihkan bekas luka dengan rivanol perlahan supaya dia tidak kesakitan. Ji Long hanya diam,  sambil menutup mata,  dia tepekur mengingat kejadian mengerikan yang baru saja lewat. Tak ada suara apapun keluar dari mulutnya.  Malah tubuhnya lemas,  terbaring tiba-tiba. Untung saja, Ji Long memang terdiam di atas tempat tidur,  jadi saat dia terbaring langsung ke bantal. Antara sedih dan geli,  kuperhatikan seksama, masih untung bekas lukanya tak ada yang robek. “What happened? Did you fight to get food again?! Ji Long… Please, don’t do this to Mommy.. Last week,  I brought you to clinic and spent money there. I even cancelled to buy new uniform for your eldest brother. Please, stay at home. Mommy will give your favourite food like always. No need to fight to get food,  Ji Long. Look at your scars! The last one is cured,  but now you add some new scars… How could you! You can avoid the fight!” Omelku pada si American short hair. Dia malah tertidur kelelahan. Tak menjawab dengan suara apapun.

**

Apakah diam itu baik?  Apakah diam itu salah satu ciri akhlak yang bagus? Entahlah,  dalam kehidupan,  segala hal ideal menjadi rancu. Apalagi kalau keadaan kita tak memungkinkan untuk diam saja. Apalagi kalau kita tahu soal aturan dan hukum itu dibuat demi apa. Sebagai manusia,  tentu pikiran kita berontak, rasa kita diasah saat menghadapi berbagai krisis kehidupan. Berbagai argumen kita kemukakan demi bertahan hidup supaya tidak melakukan hal-hal kriminal. Kecuali di jaman saat siapapun bisa berhadapan dengan begal atau penjajah: Senjata Parang, Mandau, Keris, Kujang atau apapun yang bisa dibawa sebagai alat pembela diri, tentu bukan main argumen lagi caranya. Entah sekarang, apakah masih ada orang yang menggunakan cara-cara demikian?

Ji Long,  hidupnya sudah terjamin kalau sekedar untuk makan. Mamahnya siap sediakan selalu setiap hari, menunya sama dengan anak-anaknya yang lain. Walaupun surat adopsi Ji Long belum diurus, Mamahnya sudah sayang seperti anak sendiri. Lalu untuk apalagi dia berkelahi hingga berdarah-darah? Harga diri? Tapi memang Ji Long jagoan, dia tak suka ada penghuni selain dirinya. Dia pemburu yang baik. Makanya meski kerap luka-luka,  kadang flu,  radang, bahkan jamuran, dia tetap dipertahankan. Ah… Ji Long. Kami sudah berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Mengapa masih cari gara-gara?  Mamahnya ikuti instruksi dokter saat Ji Long sakit. “Beri obat flu dan antibiotiknya hingga habis ya Bu.  Jangan dimandiin dulu. Kalau nanti dimandiin, pakai air hangat dan shampoo anti jamur supaya sembuh. Jangan dikasih nasi”. Nah.. Mamahnya sudah ikuti semua. Obat juga sudah habis. Eeeh… Malah Ji Long cari penyakit baru. Aduh duh..

Berbeda sekali dengan Boba. Boba lebih gendut,  sehat, anak manja, warnanya hitam legam. Tak pernah dia kelahi dengan siapapun. Paling-paling kalau lagi s*ng*k dia berisik. Itu kata Mba Aya, pemiliknya. Sekarang sudah tidak berisik lagi,  soalnya sudah disteril. Aman luar dalam,  tak suka keluar,  hatinya tentram. Jadi tak ribut lagi dia dengan siapapun. Cuma dia bukan tipe pemburu, blasteran sih. Jadi kurang bisa diandalkan kalau ada hama berkeliaran. Doyan makan dan tiduran di kursi panjang ruang tamu. Boba juga ngangenin. Cuma  kan dia milik orang lain, lagipula kita sudah terlanjur jatuh hati pada si American short hair, Ji Long yang suka bikin heboh.

**

Sambil mengurusi anak-anak sendiri, aku mengurusi juga kucing-kucing yang berdatangan ke rumah. Ada kucing yang menjadi korban kekerasan sesama kucing atau manusia yang entah apa motifnya. Pastinya jika ada kucing yang datang dalam keadaan sakit berulang begitu, kubela-belain periksa ke klinik. Sewaktu remaja, aku bukan pencinta kucing. Kini kok malah rumahku yang ramai anak-anak kecil sering didatangi kucing ya? Masih untung cuma kucing. Pernah juga berpengalaman dalam dunia pendidikan rentang waktu tahun 2005-2010, berhadapan dengan “anak-anak yang sulit” meski cuma 1-2 anak diantara 20 siswa, namun cukup menguras emosi dan tenaga. Untungnya aku sudah membekali diri dengan buku-buku bacaan soal kekerasan pada anak dan cara menanganinya saat masih kuliah. Namun tetap saja, saat berada di lapangan, agak kikuk. Muncul rasa takut. Soalnya ada satu anak yang pernah kutangani, dia pintar gambar, satu buku tulis gambarnya penuh dengan kekerasan adegan pembunuhan. Lalu dia sempat mau melukai teman-temannya dengan pensil tajamnya sambil menatap penuh dendam. Usaha (rasanya sudah) maksimalku belum membuahkan hasil saat itu. Guru-guru lain sudah ngeri duluan saat mendengar profilnya. Entah kini seperti apa kehidupannya? Kalau penjelasan dari psikolog sekolah, anak itu bermasalah karena kurang perhatian dari ibunya yang sibuk sebagai dokter dan terlalu sering menonton adegan kekerasan entah itu dari film atau game. Padahal anaknya pintar matematika; lancar dan cerdas berbicara Bahasa Inggris dan hobi gambar. Sayangnya, anak-anak lain sudah menganggap dia aneh karena pendiam dan suka ngamuk. Gegara latar belakang keluarga dan upaya pengucilan di kelas, dia jadi selalu nampak sedih dan lebih suka berdiam diri di kelas saat jam istirahat.

**

Human, Bike and Cow

Sumber Gambar: pinterest

Pengalaman adalah pelajaran terbaik dan guru yang paling berharga. Saat berhadapan dengan realita seperti itu, rasanya aku patut bersyukur. Sehingga aku masih bisa melakukan banyak hal meski tidak se-luar biasa orang-orang hebat di luar sana. Persoalan jati diri, bukan semata-mata dialami bangsa bekas jajahan. Saat baca sebuah artikel dalam The Jakarta Post, orang Australia memiliki soal jati diri yang lebih kompleks. Apalagi expat Australia yang telah lama tinggal di luar Australia. Perayaan 26 Januari sebagai awal dari berdirinya bangsa dan negara Australia terinspirasi dari awal kedatangan kolonial Inggris ke tanah itu pada tahun 1778. Pro kontra terjadi, sebab tanggal itu dianggap akan melukai komunitas lokal Aborigin sebagai penduduk asli Australia, walau hingga kini mereka dapat hidup berdampingan. Mayoritas orang Australia masih merayakan 26 Januari dengan berkumpul dan bersantai. Dari hasil survei, dukungan orang Australia pada tanggal 26 Januari menurun, 79% support pada tahun 2019, 69% pada tahun 2021. Perayaannya 26 Januari sebagai hari libur nasional rendah diantara anak muda usia 18-24 tahun hanya sebesar 42%, 30% tidak setuju pada tanggal 26 Januari, dan 28% abstain.

Orang Jawa berbeda, sebagaimana disampaikan dengan baik dalam film Sultan Agung, orang Jawa yang katanya Jawara itu lebih suka melawan pada kedatangan pihak asing. Dalam konteks Kerajaan Mataram saat itu, Sultan Agung memilih perang melawan VOC sebab kedatangan para utusan yang mengaku ingin berdagang membawa upeti barang-barang berharga dan senjata (berupa pistol dan senapan). Sultan Agung sigap merampas senjata para utusan VOC; memerintahkan bawahannya untuk membuat senjata yang sama; menyelidiki markas VOC. Kesigapan Sultan Agung pada saat itu bukan tanpa alasan, telah terdengar kabar bahwa VOC membunuhi orang-orang Banda dengan senjata yang dibawa itu dan menguasai wilayah. Maka untuk berjaga-jaga seandainya terjadi perebutan kekuasaan dari pihak VOC, dibuatlah senjata-senjata, dilatihlah para santri untuk menggunakan senjata itu.  Kebijakan Sultan Agung menimbulkan pro kontra diantara para Tumenggung, mereka yang setuju dan tidak setuju dengan perang. Kisah Sultan Agung ini menarik, sebab film ini juga menyisipkan isu gender: “Perempuan sekedar menjadi alat pelanggeng kekuasaan” (Bellina, Sultan Agung).

Pada adegan lain, seorang perempuan biasa sebagai cinta masa lalu Sultan Agung, perempuan santri, dengan gagah berani datang sendirian ke Keraton, mengingatkan betapa ruginya Rakyat Mataram gegara perang melawan VOC, banyak korban berjatuhan, tiada kedamaian lagi. Sultan Agung teguh pendirian, dengan mengatakan bahwa keputusannya bukan hanya untuk kekuasaan pribadinya sebagai Raja Mataram, melainkan demi anak cucu, ratusan tahun ke depan. Anak-anakku sebagai penerus garis keturunan Sultan Agung, selalu diingatkan Bapaknya supaya tetap semangat. Tak menyerah menghadapi kesulitan, berani hadapi pembully walau resikonya kadang diperlakukan sebagai outsider.

Sementara itu, dalam “Perempuan Hujan”, dikisahkan seorang perempuan yang tak dikenal namanya, suka berkelana bercerita sambil menyanyi dan menari ke sebuah kota. Penduduk kota memanggilnya “Perempuan Hujan” sebab datang ketika hujan turun di kota itu. Tak menerima tawaran uang dan makanan dari penduduk kota. Sekali waktu, hujan turun dan perempuan itu tidak datang-datang. Warga kota berkumpul di alun-alun kota, datang jasad perempuan itu penuh luka diturunkan dari sebuah mobil. Kisah getir dari seorang outsider yang dirindukan.  

**

Bangsa Indonesia bukan bangsa barbar, hewan sakit pun mereka rawat. Kalaupun banyak kisah perang di negeri ini, dikarenakan mereka punya harga diri sejak dulu, sebagaimana sejarah membuktikan. Bangsa Indonesia juga bangsa yang mudah untuk diajak bicara, malah kadang hubungan professional pun menjadi personal. Sama seperti dalam Sheila, Torey mengisahkan hubungan terlalu personal antara guru dan murid sebab kekerasan yang dialami Sheila itu di luar nalar manusia. Sehingga, sang guru tergerak rasa kemanusiaannya untuk berbuat lebih untuk Sheila. Pada akhir kisahnya, Sheila tersembuhkan berkat sentuhan kasih sayang gurunya. Sheila melepaskan diri dari kegelapan trauma yang menyelubungi langkahnya untuk maju, terus move on berkembang sebagai seorang anak manusia yang berhak memiliki mimpi untuk diwujudkan dan masa depan yang baik. (ratih)

PS. Untung happy ending 😉

Sumber Rujukan:

Hayden, Torey. 1995. Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil dan Kenangan yang Hilang. Bandung: Qanita.

Kuroyanagi, Tetsuko; Dorothy Britton. 1996. Totto-Chan: The Little Girl At The Window. Tokyo: Kodansha International.

Powell, Zara. 2023. “Great divide: Do Australian expats still celebrate Australia Day?”. The Jakarta Post: January 28th, 2023.

Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. Dir. Hanung Bramantyo. Pem. Ario Bayu, Marthino Lio, Adinia Wirasti, Meriam Bellina. IMDbPro: 2018.

Tranggono, Indra. 2023. “Perempuan Hujan”. Kompas: 29 Januari 2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *