Harapan hidup manusia pada tahun 2023 di tengah ancaman resesi terburuk pasca pandemi Covid 19. Terus berharap dengan menjalankan berbagai aktivitas kehidupan manusia di bumi ini yang pada masa sekarang adalah bela beli. Bela beli menjadi sebuah aktivitas keseharian yang tidak dapat dihindari. Kita belum hidup di surga, bukan? Konon menurut kitab suci, dalam surga, kita tidak perlu bersusah payah untuk memperoleh sesuatu. Tinggal menginginkan dalam hati, segala sesuatu itu ada dengan sendirinya atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Namun di dunia, bahkan dahulu kala, saat manusia dikelilingi hasil alam yang melimpah ruah, buah-buahan ataupun protein hewani itu harus diperoleh dengan effort. Apalagi sekarang, saat hutan berubah menjadi beton, atau lahan kosong berubah menjadi taman. Taman-taman kota tak ada yang ditanami buah-buahan. Entah apa sebab? Barangkali kalau taman-taman kota dipenuhi pohon buah, orang-orang berbondong-bondong berkumpul hanya untuk memetik hasilnya tanpa mau tahu perawatannya. Ataukah ada kesepakatan tak tertulis antara pemerintah dengan para pemilik kebun-kebun buah, jadi belum ada taman-taman kota yang ditanami buah? Entahlah.., bisa jadi, polusi tak membuat pohon buah tumbuh subur di tengah-tengah perkotaan.
Sayur dan Buah
Sumber gambar: depositphoto
Maka, aktivitas bela beli menjadi solusi yang menguntungkan para penyuka buah dan pemilik kebun entah dimanapun mereka. Kalau sekedar beli buah, masih kebutuhan pangan, dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer. Maka belum dapat dikatakan konsumtif atau foya-foya, bukan? Maka, seberapa batas seseorang itu dikatakan konsumtif atau foya-foya? Pertama, dapat dilihat apa yang dibeli. Apakah masih termasuk sandang, pangan dan papan? Kedua, rentang waktu bela beli. Bisa saja, kebutuhan yang dibeli masih termasuk kebutuhan primer (sandang pangan papan), tapi kalau rentang waktunya begitu dekat, pasti jadi banyak banget yang dibeli. Ketiga, jumlah anggota keluarga. Banyak yang dibeli dalam waktu sebentar masih wajar kalau untuk kebutuhan keluarga lebih dari 2 orang, misalnya. Apalagi kita hidup di Indonesia yang orang-orangnya senang berkumpul sesama teman, saudara dan tetangga. Sepertinya para pelaku usaha melihat hal ini sebagai peluang. Di Kawasanku tinggal (BSD-Parung), terdapat mall-mall baru. Tak sebagaimana kekhawatiran beberapa pihak tahunan lalu, keberadaan mall-mall ternyata tak mematikan pasar tradisional yang ada di sekitar mall. Malah, pedagang baru bermunculan. Tukang daging, tukang ikan, penjual bumbu dan sayur lebih dari satu. Dalam jangka waktu 8 tahun, pasar tradisional semakin ramai pedagang. Bagaimana dengan ramainya penjual apakah seimbang dengan ramainya pembeli? Kalau indikatornya konsistensi para pedagang yang masih berjualan hingga sekarang, dapat dikatakan, masyarakat masih memiliki daya beli. Padahal ada peristiwa tak terduga pada tahun 2020, berupa virus Covid 19 yang mematikan, pasar masih melakukan aktivitas jual beli karena komoditas yang dijual merupakan kebutuhan pokok manusia.
Bunga Anggrek dan Kopi
Sumber: dok Faith Coffee
Demi mengurangi interaksi antar manusia yang dapat menularkan virus Covid 19, sebagian orang membelanjakan uang untuk menyimpan bahan kebutuhan pokok sebagai stock atau untuk dijual lagi sebagai bahan mentah ataupun makanan olahan. Kelangkaan produk yang terjadi selama isu pandemi, minyak, ayam potong, cabai, harganya dua kali lipat daripada saat kondisi normal sebelum isu pandemi. Sementara itu, alat kesehatan harganya berkali lipat daripada kondisi normal sebelum isu pandemi.
Bagaimana dengan minat masyarakat pada kredit yang ditawarkan oleh bank ataupun lembaga pinjaman lainnya? Hal ini diperlukan riset panjang khusus untuk mengetahuinya. Bela beli secara kredit biasanya untuk kebutuhan sekunder (selain sandang dan pangan). Alat-alat elektronik, kendaraan bermotor, rumah, apartemen, pendidikan, hiburan, pendukung penampilan (tas, jam tangan, parfum), dan travelling. Seberapa besar nominalnya untuk keperluan apa, perlu riset dengan informan, waktu dan tempat yang terukur.
Lalu, aktivitas bela beli ini dilakukan oleh siapa? Apakah hanya ibu yang berbelanja, ataukah Ayah dan anggota keluarga lainnya juga melakukan bela beli? Urusan konsumsi bukan hak istimewa salah satu gender, laki-laki atau perempuan. Sebab keduanya adalah manusia yang sama-sama memiliki kebutuhan sandang dan pangan. Hanya saja, pada saat tata kelola keuangan pemisahan antara rumah tangga dan usaha, misalnya, akan terlihat perbedaan peran antara kedua gender, kecuali bila keduanya masih single. Bela beli sebagai manusia wajar dilakukan selama hal itu masih dalam tataran sandang pangan papan, hiburan rekreasi dan travelling untuk healing dilakukan beberapa kali dalam setahun atau setahun sekali yang disebut sebagai mudik atau pulang kampung. Bila lebih dari hal-hal tersebut, maka dapat dikatakan itu sebagai tindakan konsumtif atau foya-foya. Demikian. Semoga kita bisa hemat, cermat, dan sehat selalu selamat dari isu resesi ekonomi yang diramalkan akan terjadi pada tahun 2023. (rkk)