Jelang Demo 4 November 2016

Jelang demo 4 November 2016, berbagai spekulasi bermunculan. Sepertinya Jokowi berusaha meredam isu-isu tersebut dengan bertandang ke rumah Prabowo, lalu bergaya bak koboi sambil naik kuda. Televisi swasta, entah mengapa, menyebut pertemuan Jokowi- Prabowo, 31 Oktober 2016 sebagai ‘Diplomasi Kuda’. Mestinya, ‘Diplomasi Koboi’, dalam arti perbincangan sosial politik yang disampaikan dengan gaya santai, penuh kelakar ala Jokowi pada Prabowo, mantan rivalnya di Pemilu 2014.

Kapolda Metro pun mengeluarkan Delapan Maklumat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti terorisme ataupun kekerasan yang dapat menyebabkan korban jiwa.

Mengapa demo 4 November, Aksi Bela Islam II ini begitu penting dan dianggap sebagai momentum, baik bagi para elite politik, polisi maupun para tokoh keagamaan?

Pertama, demo ini kental berbau SARA. Sebelum Ahok berkomentar soal QS. Al Maidah: 51, sudah ada dugaan penyimpangan proyek-proyek di DKI Jakarta berunsur korupsi serta diperuntukkan kepentingan sekelompok orang dengan status sosial ekonomi menengah atas.  

Kedua, demo ini diawali shalat Jumat di Mesjid Istiqlal, umat Islam yang beribadah jamaah ini akan punya kekuatan lebih. Lebih percaya diri, lebih percaya pada keyakinannya dan lebih berani untuk melakukan apapun karena mereka yakin, tindakannya heroik.

Ketiga,  jumlah pendemo diperkirakan ratusan ribu orang karena melibatkan ormas-ormas keagamaan besar di Indonesia. Serta kemunculan para tokoh keagamaan yang akan membakar semangat berjuang umat Islam sebagai pendemo.

Keempat, promosi demo ini gencar dilancarkan melalui sosial media dan whatsapp. Sehingga langsung tepat sasaran pada massa yang dituju. Kalaupun massa tersebut tidak tergabung dalam ormas-ormas keagamaan besar, rasa persatuan sebagai umat akan menggerakkan orang untuk ikut berpartisipasi.

Kelima, berhubung diawali dengan Sholat Jumat, diduga hanya sedikit ibu-ibu dan anak-anak yang ikut serta demo ini, sehingga para mujahid lebih leluasa bergerak. Pun polisi bersiap menghadapi massa yang ‘a lot’ tanpa ibu-ibu dan anak-anak yang biasanya menjadi massa yang perlu dilindungi dari kekerasan dalam kerumunan. Lagipula, kalau emak-emak yang demo Ahok (September 2016), cuma dua hal yang dilempar: celana dalam dan BH. Kalau mujahid yang demo, khawatir lempar bom Molotov dan golok. Doa ibu di rumah adalah senjata terampuh! Wow seram..

 

 

[TheChamp-FB-Comments style="background-color:#fff;"]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *