Hari Santri 22 Oktober Diramaikan Oleh Soal Pemberian Uang* dan Utang

Berbagai peristiwa terjadi di awal Oktober saat Presiden mendatangi Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (11/10) sore, setelah kepolisian menangkap tangan sejumlah pegawai kementerian tersebut karena diduga menerima suap terkait izin perkapalan dan izin melaut. Sebagai rakyat kecil yang seringkali menjadi korban pungli, tentu langkah presiden ini diapresiasi dengan lega. Berharap pungli benar-benar musnah dalam birokrasi pemerintahan Indonesia. Sehingga, publik dilayani dengan baik, cepat dan tepat sebagaimana mestinya. Tentu tanpa biaya-biaya tambahan bila ingin dilayani dengan cepat sebab memang sudah seharusnya pelayanan publik tidak membutuhkan waktu lama. Keberadaan oknum, calo dan biro jasa** seringkali dipersalahkan juga dengan adanya peristiwa ini.

Tepat hari ini, 22 Oktober setahun lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, 22 Oktober 1945 merupakan tanggal ketika Kiai Hasyim Asy’ari mengumumkan fatwanya yang disebut sebagai Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad yang lahir melalui musyawarah ratusan kiai dari berbagai daerah tersebut merespons agresi Belanda kedua. Resolusi itu memuat seruan bahwa setiap Muslim wajib memerangi penjajah. Para pejuang yang gugur dalam peperangan melawan penjajah pun dianggap mati syahid.

Semangat Hari Santri Nasional Anti Penjajah Asing

Mengapa Jokowi turut sibuk urusi pungli di Kementrian Pehubungan pada 11 Oktober 2016 lalu? Hal ini menimbulkan polemik karena Jokowi dianggap hanya mengurusi recehan oleh lawan politiknya sementara ada banyak isu besar lain yang menimpa negeri ini? Bahwa memang penjajah dapat muncul dari bangsa sendiri. Tapi sudahkah Indonesia lepas dari penjajah asing a.k.a dana bantuan asing?

Jokowi sebelumnya menolak bantuan asing saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia membatalkan pinjaman utang sebesar Rp 1,2 triliun dari World Bank terkait proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI).

Sikap anti dana asing juga disampaikan saat peringatan Konferensi Asia Afrika. “Ketidakadilan global juga tampak jelas ketika sekelompok negara menolak perubahan realitas yang ada. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang,” tegas Jokowi di hadapan ratusan delegasi dan puluhan pemimpin negara Asia Afrika di Jakarta Convention Center, 22 April 2015.

Ironisnya, selang setahun kemudian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai salah satu Kementerian teknis bidang infrastruktur saat pemerintahan Jokowi justru  mengajukan pinjaman luar negeri kepada pemerintah, nilai totalnya kurang lebih sekitar 15 hingga 23 miliar dollar AS. Pinjaman luar negeri itu akan digunakan untuk membiaya proyek air minum dan sanitasi sebesar 5 miliar dollar AS, jalan tol 3 miliar dollar AS, konektivitas jembatan dan jalan 2 miliar dollar AS, dan penanggulangan bencana banjir sekitar 1,6 miliar dollar AS.

Alasan utama Jokowi membuka kembali pinjaman luar negeri, “kita terima pinjaman dengan syarat kita, yang penting bukan utang”. Sungguh, inilah bukti keberhasilan perempuan Indonesia, Sri Mulyani diduga turut meyakinkan Jokowi bahwa pinjaman luar negeri itu lebih baik daripada utang. Sebab World Bank (WB) sebagai pemberi utang biasanya ikut intervensi UU/ PP agar pro WB. Nah, kalau ‘sekedar’ pinjaman, apakah jaminan WB tak lagi ikut campur soal rumusan UU Negara kita? Dimanakah lagi kedaulatan negeri ini bila kemudian perumusan UU diobok-obok WB? Hari Santri pun langsung kehilangan maknanya hanya dalam jangka waktu setahun. Padahal Hari Santri Nasional membawa semangat anti penjajah asing yang saat ini direpresentasikan oleh WB meski diakui juga bahwa WB membawa dampak positif dalam hal pembangunan infrastruktur negeri ini. Namun kedaulatan dan kemandirian negeri ini tergadai.

(ratih karnelia)

===================================================================================================

* Pajak sebagai salah satu kewajiban warga Negara yang telah memenuhi persyaratan tentu seharusnya dirasakan secara merata dimanapun wilayah Indonesia, berupa berbagai fasilitas infrastruktur. Meski sumber keuangan Negara dalam pembangunan infrastruktur bukan saja diperoleh sepenuhnya dari pajak, namun ada bantuan asing didalamnya.

Pungli. Pungutan liar sebagai penerimaan pegawai pemerintahan yang tidak resmi di luar gaji. Hal ini dianggap sebagai gratifikasi karena dengan adanya uang itu, kewenangan seseorang disalahgunakan demi kepentingan pemberi uang.

Iuran. Dana mandiri dari masyarakat untuk berbagai kegiatan yang sifatnya lokal, waktu tertentu, untuk kalangan terbatas. Maka iuran bukanlah pungli sebab tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam pengumpulan dananya. Iuran diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat sendiri.

Lalu di tengah masyarakat yang mayoritas muslim mengenal beberapa istilah soal pemberian uang lainnya, yaitu infaq, shodaqoh, wakaf.

Infaq ialah iuran wajib dikarenakan kegiatan tertentu yang memiliki konsekuensi positif bagi pemberi uang, misalnya, kegiatan belajar mengajar gratis namun ada infaq sebagai bukti penghargaan atas ilmu yang diperoleh.

Shodaqoh, sumbangan sukarela setiap saat, tidak ditentukan nominal dan tidak ada konsekuensi apapun darinya.

Wakaf, sumbangan uang atau benda biasanya berupa tanah atau bangunan untuk kegiatan umat.

Berbagai definisi ini seingkali tumpang tindih pengertiannya di tengah masyarakat. Dana-dana yang terkumpul harus jelas tujuannya di awal pengumpulannya. 

 

**Oknum, orang dalam yang menerima bayaran di luar gaji untuk mempermudah urusan klien dengan cara-cara di luar prosedur. Misalnya, meniadakan persyaratan urus dokumen atau meniadakan antrian.

Calo, merugikan rakyat misalnya dengan memborong tiket kereta api berbulan-bulan sebelum Idul Fitri tiba,  sehingga pada saat mudik harga naik berkali-kali lipat. Keberadaan calo didukung oknum orang dalam.

Sedangkan biro jasa menawarkan jasa pengurusan dokumen disebabkan oleh ketidakmampuan klien untuk hadir mengurus sendiri. Tugasnya seperti notaris yang mengurus surat-surat penting klien. Namun biro jasa tidak memerlukan pendidikan kenotariatan sementara notaris memerlukan jenjang pendidikan khusus serta ijin praktek.

[TheChamp-FB-Comments style="background-color:#fff;"]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *