Bagaimana cara mengatasi perbedaan pola asuh antara pendidikan sekolah dengan cara orang tua mendidik anak di rumah?
Windita, Global Jaya School, Bintaro- Jakarta
0816-727-XXX
“Biasa aku lakukan itu dengan mengedukasi orang tua. Misalnya tiap term (triwulan) aku mengadakan ‘Parents Workshops’ yang ditujukan untuk orang tua murid dan bagaimana cara mereka bisa support guru-guru di sekolah. Topiknya bisa berbeda-beda, workshop yang aku lakukan sifatnya praktikal, jadi orang tua ditaruh dalam situasi kelas. Selain itu, aku juga menyediakan waktu untuk orang tua yang mau berdiskusi lebih jauh mengenai program yang kami tawarkan di sekolah”.
Vina, Ibu 2 Putra Putri, Tangerang Selatan
0857-1056-XXXX
“Saya ajari anak-anak saya untuk ulangi lagi pelajaran sekolah atau ngaji setelah maghrib baik ada pekerjaan rumah (PR) ataupun tidak ada PR. Saya selalu terapkan disiplin ketat. Dalam arti disiplin itu saya lakukan secara berkesinambungan. Saya harus tegas, kalau tidak begitu nanti anak-anak tidak takut mamanya. Kalau takut papanya terus kan repot, karena mamanya yang selalu ada di rumah”.
Fitri, Ibu 2 Putra Putri, Bogor
0821-1139-XXXX
“Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) penting untuk anak supaya bisa bersosialisasi. Kalaupun tidak sekolah sejak usia 2 atau 3 tahun, tak mengapa asalkan di rumah anak punya teman bermain. Anak pertama saya ikut PAUD karena anaknya memang sudah minta sekolah. Sedangkan anak kedua saya sekolahkan mulai TK A karena di rumah sudah ada teman bermain sejak kecil”.
Rina, Ibu dari Anak Remaja, Kanada
75964XXX
“Saya sih selama ini menerapkan ke anak mengikuti apa yang sudah mama saya ajarkan. Dalam hal belajar, saya tidak terlalu forsir anak karena bagi saya nilai tinggi tak menjamin keberhasilan anak. Saya lebih menekankan anak untuk mengembangkan skill. Dengan punya beberapa skill itu jadi nilai plus dia dibandingkan sekedar nilai tinggi. Hal terpenting lainnya, anak diajarkan toleransi supaya bisa menempatkan diri di masyarakat dan supaya bisa tough menghadapi kehidupan itu yang paling penting. Tapi tiap orang tua pasti punya caranya sendiri mengasuh anak. Tak ada ukuran paling salah atau paling benar dalam mendidik anak. Selama nilai-nilai yang diberikan kepada anak tidak melanggar nilai-nilai moral, etika dan agama..keep going and relax aja. Action talks louder than words. Tugas sebagai orang tua hanya memberikan contoh terbaik bagi anak-anak, tak usah dianggap sebagai beban. Apalagi anak saya sudah remaja dan tinggal jauh dari saya. Saya cuma bisa berdoa dan selalu tekankan pada dia kalau masa depannya ada di tangan dia. Jadi apapun yang dia lakukan hari ini menentukan masa depannya. Hukum tabur tuai yang berusaha saya buat dia mengerti. Kalau kita menabur yang baik akan menuai yang baik juga”.
Yearti, Umi dari Putra Putri, Binar Kids Day Care- Bogor
7A6F8XXX
“Saya dan abinya (suami) bekerja sama untuk menerapkan kedisiplinan dan ketegasan terhadap anak. Kasih sayang tetap kami tunjukkan. Namun keputusan soal pola asuh diserahkan pada saya. Jadi kami selalu satu suara. Sebab kadang penyebab anak bingung adalah perbedaan cara orang tua dalam mendidik anak. Peranan ayah sangat penting terhadap kehidupan anak, apalagi anak perempuan. Abinya saat berada di rumah selalu mengurus kebutuhan anak perempuan saya. Mulai dari mandi, pakai baju, makan dan belajar. Saya menyiapkan keperluannya saja. Kedekatan secara psikologi dan emosional antara ayah, ibu dan anak itu yang membuat anak patuh pada orang tuanya. Itu menurut saya. Abinya dan saya tidak mewajibkan anak belajar mati-matian, misalnya lama dan tegang, tapi suasana belajar dibangun lebih rileks. Komunikasi juga dibangun antara orang tua dan anak. Jaman sekarang saya perhatikan, kedua orang tua sibuk di luar rumah cari uang. Anak ditinggal dengan pembantu, teman atau tetangga. Begitu tiba di rumah, ibu sudah capek. Tak sempat lagi bercanda atau ngobrol dengan anak. Ayah pulang capek dan masih sibuk dengan HP atau langsung terlelap tidur. Anak dijejali dengan les-les yang banyak dan mahal dengan harapan bisa berprestasi. Ternyata hasilnya biasa saja. Kalau saya perhatikan, anak-anak cerdas berprestasi adalah anak-anak yang banyak berkomunikasi dengan orang tuanya walau punya waktu sedikit. Waktu yang sedikit itu dimanfaatkan betul untuk berkomunikasi dengan anak. Bukan sekedar bersama anak. Kalau untuk atau dengan anak, kita bisa menyatu dengan anak, memiliki komunikasi dan kegiatan dengan anak. Kalau sekedar bersama anak, masing-masing bisa punya kegiatan sendiri. Ibunya sibuk main HP atau masak, anaknya sibuk main lego atau mobil-mobilan atau Ipad sendiri. Itu yang saya pelajari saat ikut seminar-seminar parenting. Selain itu, ada tahap-tahapan mendidik anak sesuai fitrahnya ”.